Sejarah diadakannya Grebeg Suro di Kabupaten Ponorogo adalah adanya kebiasaan masyarakat pada malam 1 Suro yang mengadakan tirakatan semalam suntuk dengan mengelilingi kota dan berhenti di alun-alun Ponorogo. Pada tahun 1987 Bupati Soebarkah Poetro Hadiwirjo melihat fenomena ini dan melahirkan gagasan kreatif untuk mewadahi kegiatan mereka dengan kegiatan yang mengarah pada pelestarian budaya. Sebab ditengarainya minat para pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo mulai luntur, untuk itu diadakanlah Grebeg Suro dan memasukkan Reog didalamnya. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel(Wikipedia).
Perayaan Grebeg Suro adalah acara yang diadakan Kabupaten Ponorogo
setiap tahun guna menyambut datangnya tahun baru Islam (1 Muharram). Berbagai
acara-acara dihelat di Kota Reyog dari awal bulan November ini seperti Tari SI
Potro, Istighozah, Lomba Kakang Senduk, pameran-pameran karya masyarakat
Ponorogo, pameran bonsai, Festival Reyog Nasional XVIII, dan masih banyak lagi.
Grebeg Suro memiliki arti tersendiri bagi warga Ponorogo pada umumnya.Grebeg
Suro adalah acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta
rakyat. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional,
Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga
Ngebel.Grebeg suro merupakan acara tahunan yang dirayakan setiap tanggal 1
Muharram (1 Suro pada tahun Jawa). Acara ini merupakan kegiatan awal dalam
menyongsong Tahun Kunjungan Wisata Jawa Timur setiap tahun. Rangkaian Grebeg
Suro di antaranya, prosesi penyerahan pusaka ke makam bupati pertama Ponorogo.
Kemudian disusul pawai ratusan orang menuju pusat kota dengan menunggang bendi
dan kuda yang dihiasi. Berikutnya akan ada Festival Reog Nasional di alun-alun
kota. Saat itu puluhan grup reyog di Jawa Timur bahkan dari Kutai Kartanagara,
Jawa Tengah, Balikpapan, dan Lampung akan turut tampil memeriahkan acara meriah
ini (Wikipedia)
Kegiatan ini dirayakan untuk mengenang kejayaan kerajaan Bantarangin
yang berjaya dan dikenalnya warok ( kesatria-kesatria pilih tanding yg sakti
mandraguna. Acara yang selalu diisi dengan pelepasan sesaji, kapala kerbau,
nasi tumpeng atau yang lainnya ini menurut banyak kalangan “hanya sebuah ritual”
atau “upaya melestarikan budaya leluhur”. Grebeg Suro berikut acara pelepasan
sesajiannya dengan maksud apa pun adalah pelanggaran yang besar terhadap ajaran
Islam. Umumnya para penyelenggara dan peserta berharap kepada Sang Pencipta
bahwa dengan acara ini mereka diberi keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran
serta maksud-maksud yang lainnya. Dan tidak sedikit juga -dari mereka- yang
mengharapkan hal serupa dari para leluhur. Dalam buku-buku babad Ponorogo
menyatakan bahwa, Batoro Katong (pendiri Ponorogo) adalah utusan Kerajaan Demak
untuk menyebarkan Islam di Ponorogo, serta beliau adalah saudara kandung tapi
lain ibu dari Raden Patah, Sultan Demak kala itu.Sejarah diadakannya Grebeg
Suro di Kabupaten Ponorogo adalah adanya kebiasaan masyarakat pada malam 1 Suro
yang mengadakan tirakatan semalam suntuk dengan mengelilingi kota dan berhenti
di alun-alun Ponorogo. Pada tahun 1987 Bupati Soebarkah Poetro Hadiwirjo
melihat fenomena ini dan melahirkan gagasan kreatif untuk mewadahi kegiatan
mereka dengan kegiatan yang mengarah pada pelestarian budaya. Sebab
ditengarainya minat para pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo mulai luntur,
untuk itu diadakanlah Grebeg Suro dan memasukkan reog didalamnya. Seni dan
tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah
dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel
Dikutip dari : http://budaya-indonesia.org/Grebek-Suro-Ponorogo/
0 komentar:
Posting Komentar